HUKUM PRANATA PEMBANGUNAN ARSITEKTUR

Regulasi Hukum Pranata Pembangunan

(Dasar Hukum, Ketetapan, Peraturan dan Kode etik Profesi)

Author: Ryan Jacobus, Lecture: Steven Lintong, ST.,MArs.

    Pada dasarnya, setiap pekerjaan atau proyek berskala mikro, menengah, maupun besar, diperlukan kebijakan yang mengatur asas-asas dalam mendirikan bangunan, atau setidaknya legalitas yang dapat diakui untuk menerima persetujuan atas izin pembangunan yang akan dikembangkan. Hal ini termasuk dalam hukum pranata pembagunan, yaitu mencakup kebijakan serta peraturan, demi kelancaran proyek selama masa pembangunnya.
    Masing-masing peraturan memiliki latar belakang yang berbeda, sehingga maksud, tujuan dan sasaran yang akan diwujudkan, disesuaikan dengan permasalahan pada waktu peraturan itu ditetapkan. Kenyataan di lapangan, aplikasi dan peraturan dari pemerintah sering berbeda, mengalami bias, distorsi, salah peruntukkan salh penerapan berpihak pada kelompok tertentu.

    Permasalahan Berkaitan Hukum Pranata Pembangunan


      Fenomena permasalahan kepranataan sangat beragam, seperti contoh:
    • Proyek yang diarahkan ke pihak kontraktor (proyek revitalisasi alun-alun lor Surakarta, Suara Merdeka, 1996),
    • Proyek yang menyalahi prosedur (proyek penormalan sungai Tanjung dan Sinung, Suara Merdeka, 1996),
    • Proyek sistem tunjuk ( di Yogyakarta banyak proyek sistem tunjuk, Suara Merdeka, 1996),
    • Praktek KKN masih sering terjadi (Inkindo, kompas, Januari 2002),
    • Masalah modal dan alat tidak mencukupi sehingga tidak bisa ikut tender (kontraktor Kaltim tidak bisa ikut tender, kompas, Januari 2002).

    Masih banyak lagi penyimpangan dan penyalahgunaan hasil pengambilan keputusan publik, penyebab maupun akibatnya terjadi erat kaitannya dengan proses pembentukan peraturan itu sendiri. Antara yang menyusun peraturan dan yang menjalankan kurang memahami secara keseluruhan dan mungkin kepentingan individu/kelompok lebih dikedepankan daripada kepentingan yang lebih luas. Kelemahan struktur isi dan bahasa dapat dijadikan awal penyimpangan, karena persepsi dan pengetahuan, serta ketrampilan yang berbeda antara masing-masing pihak pembuat/pencipta dan pihak penyelenggara.

    Pendekatan menurut Para Ahli dalam Penerapan Pranata Bangunan


    • Gordon (1989) mendefinisikan sistem sebagai suatu agregasi atau kumpulan objek-objek yang terangkat dalam interaksi dan kesalingtergantungan yang teratur.
    • Robert dan Michael (1991) menyatakan sistem sebagai suatu kumpulan dari elemen-elemen yang saling berinteraksi membentuk satu kesatuan, dalam interaksi yang kuat maupun lemah dengan pembatas sistem yang jelas.
    • Murdick (1995) menyatakan bahwa sistem sebagai kumpulan elemen-elemen yang berada dalam keadaan yang saling berhubungan untuk suatu tujuan yang sama.

    Dasar-dasar Hukum Pranata


    Salah satu elemen kebijakan adalah peraturan perundang-undangan sebagai suatu kerangka legal formal yang memberikan arah bagi rencana tindak operasional bagi pihak-pihak terkait (stakeholder) yang diatur oleh kebijakan tersebut. Peraturan perundang-undangan merupakan kesatuan perangkat hukum antara peraturan yang satu dengan peraturan lainnya memiliki hubungan keterikatan.
    Berdasarkan Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 tentang Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan, maka hierarki dari peraturan di Indonesia adalah:
    • Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945)
    • Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
    • Undang-Undang (UU)
    • Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)
    • Peraturan Pemerintah (PP)
    • Keputusan Presiden (Keppres)
    • Peraturan Daerah (Perda)
    Dari beberapa hierarki yang disebutkan, fokus dipecah menjadi beberapa beberapa dasar hukum yang berkaitan, antara lain:

    Landasan Hukum Jasa Pengadaan Konstruksi
    • Undang Undang No.18, Tahun 1999
    • Peraturan Pemerintah No 28-30, Tahun 2000
    • Keppres No.18, Tahun 2000
    • Keppres No.80, Tahun 2003

    Perumahan dan Pemukiman
    UU No.4, Tahun 1992, berisi 42 pasal dari 10 bab yang ditetapkan, dengan ketentuan yang memuat tentang:
    • Ketentuan Umum ( 2 pasal )
    • Asas dan Tujuan ( 2 pasal )
    • Perumahan ( 13 pasal )
    • Pemukiman ( 11 pasal )
    • Peran Serta Masyarakat ( 1 pasal )
    • Pembinaan ( 6 pasal )
    • Ketentuan Pidana ( 2 pasal )
    • Ketentuan Lain – lain ( 2 pasal )
    • Ketentuan Peralihan ( 1 pasal )
    • Ketentuan Penutup ( 2 pasal )


    Izin yang wajib diurus


    • Izin Prinsip; dikeluarkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota yang biasanya dituangkan dalam bentuk surat keputusan bupati/wali kota. Pemerintah daerah mewajibkan setiap perusahaan yang akan mengajukan izin prinsip memenuhi seluruh persyaratan legalitas suatu badan usahan seperti akta pendirian perusahaan, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP).
    • Izin Lokasi; adalah izin yang diberikan kepada perusahaan untuk memperoleh tanah yang diperlukan dalam rangka penanaman modal yang berlaku pula sebagai izin pemindahan hak, dan untuk menggunakan tanah. Menurut Peraturan Menteri Negara Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 2015 tentang Izin Lokasi, jangka waktu berlakunya izin lokasi adalah 3 tahun. Dalam prosesnya, pemegang ijin lokasi berkewajiban untuk melaporkan secara berkala setiap 3 bulan kepada kepala kantor pertanahan mengenai perolehan tanah yang sudah dilaksanakannya
    • Izin Lingkungan Setempat; Berdasarkan peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012, Izin Lingkungan wajib dimohonkan bagi orang atau badan yang akan melakukan usaha yang mewajibkan pembuatan Amdal atau UKL-UPL, dimana izin lingkungan diterbitkan sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan tersebut.

    Syarat Penyelenggaran Pendirian Bangunan


    Beberapa syarat penyelenggaraan bangunan gedung yang tentunya harus dipahami dan diaplikasikan pada proses perencanaan fisik bangunan:
    • Persyaratan tata bangunan, yaitu persyaratan teknik bangunan meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan (UU RI no. 28 tahun 2002 pasal 7 ayat 3).
    • Persyaratan arsitektur bangunan gedung adalah salah satu dari tiga persyaratan tata bangunan yang dimaksud dalam pasal 7 ayat 3 ini (dua syarat lainnya adalah peruntukan dan intensitas bangunan gedung dan pengendalian dampak lingkungan).
    • Persyaratan arsitektur bangunan gedung mencakup 3 syarat, yaitu (1) penampilan bangunan gedung, (2) tata ruang dalam bangunan, dan (3) keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan lingkungannya.
    • Bangunan gedung memiliki undang-undang, UU nomor 28 tahun 2002 tentang bangunan gedung yang mengatur segala hal tentang bangunan gedung dan persyaratan yang harus diperhatikan. Artinya peraturan tentang kepranataan untuk kegiatan konstruksi harus mengacu dari undang-undang tersebut.

    Kasus Pelanggaran Ketetapan Hukum Pranata Pembangunan di Indonesia




    • Proyek Reklamasi Teluk Jakarta Melanggar Pasal 36 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Alasan: Terkendala izin AMDAL, karena berdampak langsung pada lingkungan sekitar area proyek.
    • Proyek Meikarta melakukan suap untuk mempermudah Izin.Alasan: Tidak memenuhi persyaratan IMD dan AMDAL serta melanggar aturan tata ruang
    • PT Mitrabara Adiperdana Copy Paste Amdal dan Menghancurkan Lingkungan Malinau Selatan Alasan: Pemalsuan dan kekeliruan pengurusan dokumen AMDAL, yang juga melanggar beberapa peraturan, antara lain: PP No 27 tahun 2012 tentang AMDAL dan dugaan pidana lingkungan hidup sesuai UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pasal 109, pasal 110, pasal 111 (ayat 2) dan pasal 113.
    • Proyek Rempang EcoCity yang kontroversial Alasan: Tidak memiliki izin masyarakat setempat, terjadinya sengketa, protes karena ketimpangan hukum yang menyinggung UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
    • Arsitek Sebagai Penyelenggara Hukum Pranata Pembangunan dan Kode Etiknya dalam Keprofesian


      Kegiatan proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi biasanya dilakukan oleh seorang arsitek tim. Danisworo (1993) menjelaskan arsitektur (karya desain arsitek) adalah kompenen pembentuk utama dari lingungan budaya/lingkungan binaan dimana lingkungan ini adalah bagian dari lingkungan hidup.


      Arsitek memiliki tanggung jawab yang besar terutama apabila dikaitkan dengan berbagai dampak yang ditimbulkan oleh lingkungan tersebut kepada tatanan hidup dari masyarakat penghuni.

      1. Kewajiban Terhadap Masyarakat;
        Arsitek memiliki kewajiban kemasyarakatan untuk mendalami semangat dan inti hukum–hukum serta peraturan terkait, dan bersikap mendahulukan kepentingan masyarakat umum.
      2. Tata Laku;
        Arsitek wajib menjunjung tinggi tatanan hukum dan peraturan terkait dalam menjalankan kegiatan profesinya. Dalam menjalankan kegiatan profesinya, arsitek mematuhi hukum serta tunduk pada kode etik dan kaidah tata laku profesi, yang berlaku di Indonesia dan di negara tempat mereka bekerja. Arsitek tidak dibenarkan bertindak ceroboh dan mencemarkan integritas dan kepentingan profesi.



        Sumber Literatur:
      • Gambar Pembangunan Four Points Manado; https://c2.staticflickr.com/6/5325/17457201584_952b057227_o.jpg
      • Artikel https://lifmau.wordpress.com/2020/01/17/hukum-pranata-pembangunan-pengertian-struktur-dan-contoh/
      • Buku Pranata Pembangunan Bidang Arsitektur (TKA 137)
      • Materi Kuliah HPP 23




      • hmaunsrat logounsrat

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ARSITEKTUR VERNAKULAR KAWASAN PESISIR DAN PERBUKITAN

ARSITEKTUR VERNAKULAR KAWASAN PESISIR DAN PERBUKITAN